Berartinya Sebuah Niat

Pagi ini selepas Sholat Berjama'ah Shubuh selesai di laksanakan, dari pengeras suara Masjid Al-Huda Dusun Seneng I Banyurojo terdengar berita lelayu  (kematian) dengan awalan yang khas "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, innalillahi wa inna ilaihi roji'un....". Dari berita lelayu pagi inipun diberitakan bahwa beliau "Bapak Muta 'Alim" sekitar jam 2.30an menit meninggal dunia, dan menurut rencana akan di makamkan pada jam 13.00 WIB (jam 1 siang), bertempat di pemakaman kampung tak jauh dari rumah dimana ia tinggal bersama istri, anak dan keluarganya.

Tak ada spesial memang dengan sebuah berita duka atas meninggalnya seseorang dimana seringkali kita mendengarnya. Namun tatkala kita tahu bahwa mereka yang meninggal dunia adalah orang-orang shalih (semoga termasuk beliau Bapak Muta "Alim), maka rasa kehilangan kaum musliminpun terasa menggeliat rapat di hati, lantaran teringat ilmu serta tauladan dari sosoknya tatkala masih hidup begitu luar biasa.


Sedikit tentang sosoknya, beliau adalah penuntut ilmu yang teguh dan istiqomah. Ia juga rendah hati, sabar dan pemaaf, serta peduli terhadap lingkungan sekitar, terutama masalah dakwah Islamiyyah yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

"Kemanthil-manthil dengan remaja masjid" itulah yang beliau sempat ucapakan tatakala istriku berkunjung kerumahnya beberapa hari lalu untuk silaturahmi dan mengabarkan bahwa kepengurusan RISMA (Remaja Masjid Al-Huda) telah berganti. Namun tatakala isriku berbicara tetang niatan haji, dimana pemberangkatannya akan segera di lakukan, maka beliaupun lantas berkata "yang penting sudah sampai niatnya".

Dan memang seperti itulah pentingnya sebuah niat, ketika lurusnya niat telah tersemat dengan di barengi upaya untuk mewujudkannya, maka hasil akhir dari kesemuanya adalah urusan Alloh Ta'ala.

Rasululloh Sholallohu'alaihi wassalam bersabda :

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.

Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

Catatan :

Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.

Hadits ini ada sebabnya, yaitu : ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).

Dan sebagaimana Hadits diatas, terdapat pelajaran yang syarat akan faedah nyata dimana :

1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).

2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.

3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih dan ibadah.

4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.

5. Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.

6. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.

Karena itulah niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

Dan semoga niat tulus yang Bapak Muta'alim miliki berkenaan dengan ibadah serta niatan hajinya Alloh Ta'ala terima, dengan balasan surgaNya yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Aamiin



Beranda